Polisi moral Taliban di Afghanistan, Selasa (20/8) mengatakan mereka telah “menyita dan menghancurkan” lebih dari 21.000 alat musik selama setahun terakhir sebagai bagian dari tindakan keras terhadap apa yang mereka sebut sebagai praktik anti-Islam.
Para pejabat dari Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan membahas “performa tahunan” mereka pada konferensi pers di Kabul sehari setelah otoritas Taliban secara terbuka melakukan pembakaran massal ratusan alat musik di dekat provinsi Parwan.
Kepolisian Moral provinsi itu juga mengimbau warga untuk tidak menggunakan alat musik pada pesta pernikahan dan perayaan-perayaan lainnya.
Berbicara di ibu kota Afghanistan, Selasa (20/8), para pejabat kementerian itu mengeklaim telah menghancurkan ribuan film tidak bermoral dan memblokir lebih banyak lagi film yang tidak dapat ditonton di komputer pribadi secara nasional “sebagai bagian dari reformasi masyarakat” yang dilakukan oleh pemerintahan Taliban.
Kementerian tersebut mengatakan tanpa membahas secara spesifik bahwa pihaknya telah “berhasil menerapkan 90 persen reformasi di bidang media audio, visual, dan cetak” di Afghanistan.
Kelompok-kelompok advokasi media bebas dan jurnalis lokal mengatakan bahwa para pemimpin Taliban telah secara signifikan membatasi kebebasan pers dan akses terhadap informasi di negara tersebut.
Lagu-lagu Taliban Berkembang di Afghanistan yang Sepi dari Ingar Bingar Musik
Taliban menghidupkan kembali Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan untuk menjaga moralitas masyarakat setelah merebut kembali kendali atas negara Asia Selatan yang miskin dan hancur akibat perang itu tiga tahun lalu ketika semua pasukan Barat pimpinan AS menarik diri dari Afghanistan setelah keterlibatan mereka dalam perang selama hampir dua dekade.
Kementerian itu telah memperkenalkan pedoman ketat bagi para profesional media lokal, dan mengharuskan presenter dan tamu perempuan untuk mematuhi aturan berpakaian “Islami” saat siaran sehingga hanya mata mereka saja yang terlihat.
Perempuan dilarang bekerja di stasiun radio dan televisi nasional, dan drama yang menampilkan pemain perempuan dilarang. Pemerintah Afghanistan secara de facto juga telah menerapkan “segregasi berbasis gender” yang ketat di tempat kerja pada umumnya.
Mohammad Khalid Hanafi, Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan, seperti dikutip oleh media pemerintah mengatakan pada hari Senin bahwa Taliban “bertekad untuk menerapkan Syariah Islam dan tidak ada tekanan dari siapa pun yang dapat diterima dalam hal ini.”
Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) mengatakan bulan lalu bahwa polisi moral Taliban berkontribusi terhadap “suasana ketakutan dan intimidasi” di kalangan masyarakat. UNAMA juga mengidentifikasi kementerian tersebut sebagai pelanggar HAM utama di pemerintahan Taliban, yang tidak diakui oleh negara mana pun.
Laporan PBB mencatat bahwa kegiatan kementerian de facto tersebut mempunyai “dampak negatif terhadap HAM dan kebebasan mendasar di Afghanistan, dengan dampak yang diskriminatif dan tidak proporsional terhadap perempuan.”
Departemen kepolisian moralitas telah melarang salon kecantikan perempuan, melarang perempuan bepergian tanpa wali laki-laki melebihi 78 kilometer dari batas rumah mereka, dan melarang mereka mengunjungi taman, pusat kebugaran, dan pemandian umum. [ab/ka]