Kabinet keamanan Israel telah memberi wewenang kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan menteri pertahanan untuk membalas serangan roket mematikan yang menurut Israel dan AS dilakukan oleh kelompok milisi Syiah Lebanon, Hizbullah.
Para menteri bertemu dalam sesi darurat setelah serangan di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel pada Sabtu (27/07) malam, yang menewaskan 12 anak-anak dan remaja dari komunitas Druze. Hizbullah mengeklaim tak bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Ini adalah insiden lintas batas paling mematikan dalam beberapa bulan terakhir baku tembak antara kedua belah pihak.
Serangan tersebut telah meningkatkan kekhawatiran bahwa pertikaian antara Israel dan Hizbullah yang selama ini relatif terkendali dapat berubah menjadi perang habis-habisan.
Pemerintah negara-negara Barat mendesak Israel untuk menahan diri dalam menanggapi hal ini.
Gedung Putih mengatakan pihaknya telah melakukan “diskusi terus-menerus dengan rekan-rekan Israel dan Lebanon sejak serangan mengerikan” yang terjadi di lapangan pertandingan di kota Majdal Shams, Druze, pada akhir pekan lalu.
Serangan lintas batas antara kedua belah pihak telah meningkat sejak Hizbullah menembakkan roket ke situs-situs Israel sehari setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober – yang memicu pertikaian berkepanjangan di Gaza.
Hizbullah mengatakan mereka bertindak untuk mendukung Palestina.
Bagaimana kronologi serangan yang menewaskan 12 anak?
Serangan hari Sabtu (27/07) adalah serangan dengan korban jiwa paling mematikan di dan sekitar perbatasan utara Israel sejak pertikaian antara kedua meningkat sejak Oktober 2023 silam.
Serangan terjadi di lapangan sepak bola di Majdal Shams, salah satu dari empat kota di Dataran Tinggi Golan yang menjadi tempat tinggal sekitar 25.000 anggota kelompok agama dan etnis Druze yang berbahasa Arab.
Kementerian luar negeri Israel mengatakan 10 dari 12 korban berusia antara 10 dan 16 tahun. Sementara usia dua korban lainnya belum diketahui hingga kini.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang bersumpah bahwa Hizbullah akan “membayar harga yang mahal”, tiba di Israel pada Minggu (28/07) setelah mempersingkat perjalanannya ke Amerika.
Dia berencana mengadakan pertemuan dengan para panglima militernya untuk menilai situasi dan menyetujui rencana operasional.
Hizbullah membantah pihaknya terkait dengan serangan tersebut, namun sebelumnya pada Sabtu (27/07) kelompok ini mengeklaim bertanggung jawab atas empat serangan lainnya, termasuk satu serangan terhadap pangkalan militer yang berjarak sekitar 3km jauhnya.
Pada Senin (29/07) pagi, serangan pesawat tak berawak Israel terjadi di luar kota Shaqra di Lebanon, sekitar 6,5 km dari perbatasan Israel, menewaskan dua orang, kata media pemerintah Lebanon.
Hizbullah mengumumkan bahwa orang-orang yang tewas adalah dua anggota militernya. Israel belum mengomentari laporan tersebut.
Sementara itu Air France menjadi maskapai terbaru yang menangguhkan penerbangan ke dan dari Beirut, seiring meningkatnya antisipasi pembalasan Israel. Lufthansa, Swiss International Air Lines, dan Eurowings juga telah menangguhkan penerbangan serupa.
Siapa itu etnis Druze?
Di Majdal Shams, pemakaman para korban berlangsung pada hari Minggu (28/07) di tengah suasana kesedihan yang mendalam. Ribuan orang berkumpul saat peti mati, terbungkus kain putih, dibawa melintasi kota.
Para pria mengenakan topi berwarna putih dan merah, sementara seorang perempuan yang mengenakan pakaian hitam tampak menangis sambil meletakkan bunga di peti mati.
Beberapa pelayat membawa foto-foto anak-anak yang meninggal dalam ukuran besar.
Fadi Mahmud, 48, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa ini adalah pertama kalinya Majdal Shams mengalami kehilangan sebesar itu selama perang.
“Komunitas kami sangat erat. Anak-anak ini seperti anak-anak semua orang di desa ini,” katanya.
Kemarahan di kalangan masyarakat juga memuncak saat pemakaman, dan beberapa mengarahkan kemarahan mereka kepada pejabat pemerintah Israel yang hadir, lapor Times of Israel.
Druze telah tinggal di Dataran Tinggi Golan selama berabad-abad. Mereka adalah bagian dari kelompok etnis berbahasa Arab yang berbasis di Lebanon, Suriah, Dataran Tinggi Golan, dan Israel utara.
Penduduk di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel telah berada di bawah pemerintahan Israel sejak Israel merebut wilayah tersebut dari Suriah pada perang tahun 1967, meskipun banyak yang tetap setia kepada Suriah.
Ada sekitar 21.000 orang yang tinggal di dataran tinggi tersebut, sekitar 20% di antaranya telah menerima kewarganegaraan Israel.
Serangan terhadap Majdal Shams telah menyebabkan kemarahan di seluruh Israel dan komunitas Druze, sekitar 110.000 di antaranya juga tinggal di Israel.
Israel dan Hizbullah di ambang ‘perang habis-habisan’
Pertikaian lintas batas antara Israel dan Lebanon terus meningkat sejak 8 Oktober, ketika Hizbullah menembakkan roket dan peluru ke situs-situs Israel sebagai solidaritas terhadap serangan Hamas terhadap Israel sehari sebelumnya.
Serangan yang kerap dilakukan oleh Hizbullah telah melanda Israel utara dan Dataran Tinggi Golan, yang direbut Israel dari Suriah selama perang tahun 1967 dan dianeksasi pada tahun 1981.
Israel telah melancarkan serangan udara dan rudal ke Lebanon selatan dan sekitarnya, termasuk gelombang serangan yang tampaknya merupakan respons terhadap serangan roket pada Sabtu.
Serangan balasan antara Israel dan Hizbullah sejak Oktober telah menewaskan lebih dari 450 orang di Lebanon – sekitar 100 di antaranya warga sipil – sementara Israel mengatakan 23 warga sipil dan 17 tentara tewas.
Pertempuran tersebut relatif terkendali, menunjukkan bahwa kedua belah pihak bertujuan untuk menghindari konfrontasi langsung.
Namun kini pertanyaannya adalah seberapa jauh Israel akan bertindak dalam menanggapi tragedi hari Sabtu itu, yang merupakan korban jiwa terbesar dalam serangan lintas batas sejak Oktober.
Hizbullah mengatakan mereka tidak menembakkan roket mematikan tersebut, namun pemerintah Israel bersikeras bahwa hal itu bohong.
Setelah serangan tersebut, para milisi Hizbullah dikatakan telah terlebih dahulu membersihkan beberapa lokasi penting di selatan negara itu dan lembah Bekaa timur untuk mengantisipasi serangan skala besar Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji bahwa Hizbullah akan “membayar harga yang mahal”, sementara Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, mengatakan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, harus “membayar dengan kepalanya”.
Adapun menteri keuangan sayap kanan, Bezalel Smotrich, memperingatkan bahwa Israel sedang dalam ambang perang habis-habisan dengan Hizbullah.
Dilihat sebagai musuh yang jauh lebih tangguh dibandingkan Hamas, Hizbullah telah bersiap menghadapi konflik besar lainnya dengan Israel sejak konflik terakhir mereka, pada tahun 2006, yang menimbulkan kerusakan besar pada kedua belah pihak.
Menurut perkiraan Barat, kelompok ini memiliki sekitar 150.000 roket dan rudal, yang dapat melumpuhkan sistem pertahanan udara Israel yang canggih.
Persenjataannya juga mencakup rudal berpemandu presisi yang mampu menyerang jauh ke dalam wilayah Israel.