Sagliknotu.com – Sebanyak 50 aktivis antikorupsi hingga mantan pegawai Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) mengirim surat kepada sejumlah ketua umum partai politik untuk mendorong pengajuan Hak Angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Surat yang diterbitkan pada Jumat (8/3) itu ditujukan kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, dan Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono.
Dalam surat itu, Tokoh Masyarakat mengatakan terjadi praktik kecurangan dalam Pemilu 2024.
“Di dalam pemantauan kami, dugaan kecurangan penyelenggaraan pemilu yang dipersoalkan oleh masyarakat, terjadi bukan hanya pada saat hari pencoblosan 14 Februari 2024, tetapi juga sejak awal proses penyelenggaraan pemilu hingga pasca pelaksanaan proses penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan aparatur kekuasaan lainnya,” demikian bunyi surat itu.
Kecurangan itu disebut tidak hanya menyakiti hati nurani rakyat tetapi juga menimbulkan keresahan. Hal itu terlihat dari ada banyaknya diskursus di kalangan masyarakat maupun di media sosial serta meluasnya pernyataan sikap dari guru besar dan dosen-dosen perguruan tinggi.
Jika kecurangan dibiarkan, sambung surat tersebut, maka penegakan hukum akan dihinakan dan demokrasi terjungkal.
“Sementara itu, pelaku kecurangan pemilu terus bersimaharajalela dan menjadi kian bengis, tak lagi sekedar menghidupkan preseden busuk dan bejat di dalam suatu proses pemilu,” bunyi surat tersebut.
Sebagai akibatnya, masyarakat tidak akan patuh pada pimpinan kekuasaan dan berbagai kebijakan negara yang dihasilkannya. Karena itu, partai politik diharapkan menggerakan fraksi-fraksi anggota DPR untuk mengajukan dan melakukan Hak Angket.
“Kami sangat meyakini dan mempunyai harapan yang sangat besar,
Para partai politik akan menyelamatkan bangsa ini sehingga dengan sengaja terlibat intensif untuk menjaga hukum, penegakan hukum dan demokrasi serta demokratisisi di Indonesia dengan menyelamatkan Pemilu 2024,” bunyi surat itu.
Tokoh Masyarakat sendiri terdiri sejumlah aktivis, akademisi, hingga eks pegawai KPK, seperti Novel Baswedan, Bivitri Susanti, Usman Hamid, Faisal Basri, dan Fatia Maulidiyanti, kemudian Saut Situmorang, Agus Sunaryanto, dan Haris Azhar.
Sejumlah partai politik sebelumnya telah merespons usulan hak angket di parlemen.
Partai NasDem mengatakan siap mendukung usulan tersebut dan tengah menyiapkan berbagai persyaratan.
“Saat ini pimpinan fraksi tengah mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan sebagai syarat pengajuan hak angket termasuk mengumpulkan tanda tangan para anggota fraksi,” kata Ketua DPP Partai NasDem Taufik Basari, Rabu (6/3).
Taufik mengatakan pengajuan hak angket ini tak bisa dilakukan sendirian, tapi mesti melibatkan paling sedikit dua fraksi. Karena itu, kata dia, setiap langkah politik yang diambil harus terukur.
Dukungan juga disampaikan anggota DPR dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah. Ia menilai Pemilu 2024 merupakan pemilu paling brutal yang pernah ia ikuti sejak reformasi.
“Sepanjang pemilu yang saya ikuti semenjak pemilu ’99 saya belum pernah melihat ada proses pemilu yang sebrutal dan semenyakitkan ini, di mana etika dan moral politik berada di titik minus, kalau tidak bisa dikatakan di titik nol,” kata Luluk saat menyampaikan interupsi di rapat paripurna DPR di kompleks parlemen, Senayan, Selasa (5/3).
Sementara, Sekretaris Jendral PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto mengklaim internal PDIP tak terbelah soal rencana pengajuan hak angket kecurangan Pemilu 2024 di DPR.
“Tak ada [terbelah]. Karena kita sering bicara sebagai suatu proses politik yang penting di DPR,” kata dia, di FISIP UI, Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3).
INFOGRAFIS: Prediksi Jatah Kursi Partai di DPR Hasil Pemilu 2024
Hasto mengungkapkan rencana hak angket ini sudah masuk ke tahapan pembentukan tim khusus. Tim ini, lanjutnya, sudah mengeluarkan rekomendasi dan kajian akademis terkait rencana hak angket.
Ia mengatakan nantinya kajian akademis itu akan disempurnakan dengan temuan-temuan di lapangan soal dugaan kecurangan pemilu.
“Karena dimensinya sangat luas. Karena dimensi penyalahgunaan kekuasaan penyalahgunaan APBN, intimidasi dan berbagai aspek hulu hilir,” kata dia.